10 Pribadi Seorang Muslim
Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.
1. Salimul
Aqidah,
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu
yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim
akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu
dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan
kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS
6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting,
maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan
pembinaan aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul
Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah
satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan:
‘shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka
dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk
kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan.
3. Matinul
Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang
mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik
dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak
yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di
akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia,
maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di
dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4).
4. Qowiyyul
Jismi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah
satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang
muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji
merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat
atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu
kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena
kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR.
Muslim).
5. Mutsaqqoful
Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah
satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah
fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang
manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya
kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya\ kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak
ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman
dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan
tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh
karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:samakah orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
6. Mujahadatun
Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan
salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap
manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya
kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam
melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri
manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya
mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam)(HR. Hakim).
7. Harishun
‘ala Waqtihi.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan
faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat
perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak
bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad
dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada
manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu
yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam
daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut
untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan
penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung
oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum limaperkara sebelum datang
limaperkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
limaperkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun
fi Syu’unihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk
kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh
karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun
muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan
ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga
Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara
profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu
mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban,
adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang
mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun
‘alal Kasbi.
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan
mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang
muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran
dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki
kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan
prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi
ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh
saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh,
zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu
perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal
itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian
inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar
dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt,
karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya
memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Naafi’un Lighoirihi.
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan
sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat
yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan
keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya
tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap
muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal
untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang
muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam
kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir). Demikian secara
umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu
yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.
0 comments:
Post a Comment